Gizi seimbang
adalah susunan makanan sehari–hari yang mengandung zat-zat gizi dalam
jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan
prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik,
kebersihan, dan berat badan (BB) ideal
Di Amerika Serikat dan beberapa negara lain, prinsip Gizi Seimbang
divisualisasi berupa “piramida” Gizi Seimbang. Tidak semua negara
menggunakan piramida, tetapi disesuaikan dengan budaya dan pola makan
setempat. Misalnya, di Thailand dalam bentuk piramida terbalik sebagai
“bendera”, dan di China sebagai “pagoda” dengan tumpukan rantang. Para
pakar gizi yang bergabung dalam Yayasan Institut Danone Indonesia (DII)
bersama para penulis dari Tabloid Nakita (Kompas-Gramedia), mengadaptasi
piramida sesuai dengan budaya Indonesia, dalam bentuk tumpeng dengan
nampannya yang untuk selanjutnya akan disebut sebagai “Tumpeng Gizi
Seimbang” (TGS).* TGS dirancang untuk membantu setiap orang memilih
makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat, sesuai dengan berbagai
kebutuhan menurut usia (bayi, balita, remaja, dewasa dan usia lanjut),
dan sesuai keadaan kesehatan (hamil, menyusui, aktivitas fisik, sakit).
Tumpeng Gizi Seimbang (TGS) menggambarkan 4 prinsip Gizi Seimbang (TGS)
meragakan 4 prinsip Gizi Seimbang (GS): aneka ragam makanan sesuai
kebutuhan, kebersihan, aktivitas fisik dan memantau berat badan ideal.
TGS terdiri atas beberapa potongan tumpeng: satu potongan besar, dua
potongan sedang, dua potongan kecil, dan di puncak terdapat potongan
terkecil. Luasnya potongan TGS menunjukkan porsi makanan yang harus
dikonsumsi setiap orang per hari. TGS yang terdiri atas
potongan-potongan itu dialasi oleh air putih. Artinya, air putih
merupakan bagian terbesar dan zat gizi esensial bagi kehidupan untuk
hidup sehat dan aktif.
Dalam sehari, kebutuhan air putih untuk tubuh minimal 2 liter (8
gelas). Setelah itu, di atasnya terdapat potongan besar yang merupakan
golongan makanan pokok (sumber karbohidrat). Golongan ini dianjurkan
dikonsumsi 3—8 porsi. Kemudian di atasnya lagi terdapat golongan sayur
dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral. Keduanya dalam potongan
yang berbeda luasnya untuk menekankan pentingnya peran dan porsi setiap
golongan. Ukuran potongan sayur dalam PGS sengaja dibuat lebih besar
dari buah yang terletak di sebelahnya. Dengan begitu, jumlah sayur yang
harus dilahap setiap hari sedikit lebih besar (3-5 porsi) daripada buah
(2—3 porsi). Selanjutnya, di lapisan ketiga dari bawah ada golongan
protein, seperti daging, telur, ikan, susu dan produk susu (yogurt,
mentega, keju, dan lain-lain) di potongan kanan, sedangkan di potongan
kiri ada kacang-kacangan serta hasil olahan seperti tahu, tempe, dan
oncom.
Terakhir dan menempati puncak TGS makanan dalam potongan yang sangat
kecil adalah minyak, gula, dan garam, yang dianjurkan dikonsumsi
seperlunya. Pada bagian bawah tumpeng terdapat prinsip Gizi Seimbang
lain, yaitu pola hidup aktif dengan berolahraga, menjaga kebersihan dan
pantau berat badan. Karena prinsip gizi seimbang didasarkan pada
kebutuhan zat gizi yang berbeda menurut kelompok umur, status kesehatan,
dan jenis aktivitas, maka satu macam TGS tidak cukup. Diperlukan
beberapa macam TGS untuk ibu hamil dan menyusui, bayi dan balita,
remaja, dewasa, dan usia lanjut.
Sejarah Gizi Seimbang
Gizi terjemahan dari bahasa Inggris "Nutrition"
dan “nutrition science”. Meskipun belum resmi ditetapkan oleh Lembaga
Bahasa Indonesia, istilah Gizi dan Ilmu Gizi telah dipakai oleh
Prof.Djuned Pusponegoro, dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar
ilmu penyakit anak di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1952.
Tahun 1955 , Ilmu Gizi resmi menjadi mata kuliah di Fakultas Kedokteran
UI, dan tahun 1958 secara resmi dipakai dalam pidato pengukuhan
Prof.Poerwo Soedarmosebagai Guru Besar Ilmu Gizi pertama di Indonesia, di Fakultas
Kedokteran UI. Sejak itu sampai sekarang banyak Fakultas Kedokteran ,
Fakultas Pertanian , Fakultas Teknologi Pangan, Fakultas Kesehatan
Masyarakat telah mendirikan Bagian atau Departemen Ilmu Gizi. Tahun 1965
di Jakarta diresmikan Akademi Gizi dari Departemen Kesehatan, yang
sampai sekarang tersebar di hampir semua propinsi di Indonesia sebagai
Pendidikan Politeknis Kesehatan Jurusan Gizi . Pengesahan kata Gizi
sebagai terjemahan resmi dari Nutrition dan Nutrition Science
diperoleh pada akhir tahun 50an dari Prof DR. Haryati Soebadio seorang
dosen, ahli bahasa, dan sebagai direktur Lembaga Bahasa Indonesia
Fakultas Sastra UI . Prof.DR.Soebadio, menjelaskan tentang akar bahasa
Indonesia kebanyakan dari bahasa Arab dan Sanksekerta. Kata Inggris
Nutrition dalam bahasa Arab di sebut GHIZAI, dan dalam bahasa
Sanksekerta SVASTAHARENA. Keduanya artinya sama, makanan yang
menyehatkan. Atas petunjuk tersebut Prof.Poerwo Soedarmo, ketika itu
masih menjabat sebagai Kepala Lembaga Makanan Rakyat Kementerian
Kesehatan dan Direktur Akademi Gizi Kementerian Kesehatan, bapak gizi
Indonesia memilih kata GIZI sebagai terjemahan resmi kata nutrition,
yang sejak tahun 1952 kata GIZI itu sudah dipakai dikalangan ilmu
kedokteran dan kesehatan masyarakat. Sedang kata SVASTAHARENA di pakai
dalam lambang organisasi PERSAGI, sampai sekarang.
Ilmu Gizi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari "
Proses Makanan sejak masuk mulut sampai dicerna oleh organ-organ
pencernakan, dan diolah dalam suatu sistem metabolisme menjadi zat-zat
kehidupan (zat gizi dan zat non gizi) dalam darah dan dalam sel-sel
tubuh membentuk jaringan tubuh dan organ-organ tubuh dengan fungsinya
masing-masing dalam suatu sistem, sehingga menghasilkan pertumbuhan
(fisik) dan perkembangan (mental) , kecerdasan, dan produktivitas
sebagai syarat dicapainya tingkat kehidupan sehat, bugar dan sejahtera."
Ilmu gizi publik adalah ilmu gizi yang diaplikasikan untuk
kesejahteraan publik (masyarakat luas) dengan tidak sengaja
mengkaitkannya dengan masalah kesehatan masyarakat, tetapi juga dengan
masalah-masalah ekonomi, kemiskinan, pertanian, lingkungan hidup,
pendidikan , kesetaraan gender, dan masalah-maslah pembangunan manusia
lainnya.
Secara pendek dan populer ilmu gizi sering diartikan sebagai ilmu
yang mempelajari hubungan makanan dengan kesehatan. Sementara itu pada
saat yang bersamaan fakultas kedokteran hewan IPB menterjemahkan Animal
Nutrition sebagai nutrisi makanan ternak. Dengan demikian nutrisi lebih
banyak di pakai untuk makanan ternak sedangkan gizi resmi di pakai di
fakultas kedokteran dan semua lembaga gizi.
Dulu kita mengenal pedoman makan berslogan “4 Sehat 5 Sempurna”
(4S5S) yang dipopulerkan oleh Prof. Poerwo Soedarmo, , pada tahun
1950-an. Namun, sejak tahun 1990-an, pedoman tersebut dianggap tak lagi
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi gizi. Hal ini
juga sesuai dengan adanya perubahan pedoman “Basic Four” di Amerika
Serikat—yang merupakan acuan awal 4S5S pada masa itu—menjadi “Nutrition
Guide for Balance Diet”. Di Indonesia, “Nutrition Guide for Balance
Diet” diterjemahkan menjadi “ Pedoman Gizi Seimbang” (PGS).
Pada konferensi pangan sedunia tahun 1992 di Roma dan Genewa, yang
diadakan oleh FAO, dalam rangka menghadapi beban ganda masalah gizi di
negara berkembang, antara lain ditetapkan agar semua negara berkembang
yang semula menggunakan pedoman sejenis “Basic Four” memperbaiki menjadi
“Nutrition Guide for Balance Diet”. Indonesia menerapkan keputusan FAO
tersebut dalam kebijakan Repelita V tahun 1995 sebagai PGS dan menjadi
bagian dari program perbaikan gizi. Namun, PGS kurang disosialisasikan
sehingga terjadi pemahaman yang salah dan masyarakat cenderung tetap
menggunakan 4S5S. Baru pada tahun 2009 secara resmi PGS diterima oleh
masyarakat, sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 yang
menyebutkan secara eksplisit “Gizi Seimbang” dalam program perbaikan
gizi.
Perbedaan Empat Sehat Lima Sempurna dengan Gizi Seimbang
Sesuai dengan prinsip Gizi Seimbang, pola makan berdasarkan "Pedoman
Gizi Seimbang" (PGS) tidak dapat berlaku sama untuk setiap orang. Tiap
golongan usia, status kesehatan, dan aktivitas fisik, memerlukan PGS
yang berbeda sesuai kondisi masing-masing. Hal ini berbeda dengan pola
makan berdasarkan slogan "4 sehat 5 sempurna" (4S & 5S) yang berlaku
bagi semua orang di atas dua tahun. Tak jelas bagaimana pedoman yang
mengelompokkan makanan hanya ke dalam 4 kelompok secara kualitatif itu
dapat menjadi acuan untuk memenuhi kebutuhan berbagai golongan
masyarakat. Pada saat slogan 4S5S diciptakan tahun 1950-an, diasumsikan
bahwa kebiasaan makan masyarakat makin sehat sehingga berbagai masalah
kesehatan karena kekurangan dan kelebihan gizi dapat dicegah dan
dikurangi. Asumsi ini ternyata tidak terwujud, baik di Indonesia maupun
negara-negara lain, termasuk negara asal 4S5S di AS. Oleh karena itu
pedoman 4S5S sejak awal tahun 1990-an secara internasional telah
digantikan oleh pedoman yang lebih rinci yang disebut PGS dengan alasan
sebagai berikut.
Pertama,
- Susunan makanan yang terdiri atas 4 kelompok ini, belum tentu sehat, bergantung apakah porsi dan jenis zat gizinya sesuai dengan kebutuhan. Contoh, jika pola makan kita sebagian besar porsinya terdiri atas sumber karbohidrat (nasi), sedikit sumber protein, sedikit sayur dan buah sebagai sumber vitamin, maka pola makan tersebut tidak dapat dianggap sehat. Sebaliknya, jika pola makan kita terlalu banyak sumber lemak dan protein seperti hidangan yang banyak daging dan minyak atau lemak, tetapi sedikit sayur dan buah, maka pola makan itu tak dapat dianggap sehat.
- Selain jenis makanan, pola makan berdasarkan PGS menekankan pula proporsi yang berbeda untuk setiap kelompok yang disesuaikan atau diseimbangkan dengan kebutuhan tubuh. PGS pun memperhatikan aspek kebersihan makanan, aktivitas fisik, dan kaitannya dengan pola hidup sehat lain.
Kedua,
- Susu bukan "makanan sempurna" seperti anggapan umum selama ini. Dengan anggapan itu banyak orang, termasuk kalangan pemerintah, menganggap susu merupakan "jawaban" atas masalah gizi[9]. Sebenarnya, susu adalah sumber protein hewani yang juga terdapat pada telur, ikan dan daging.
- Oleh karena itu di dalam PGS, susu ditempatkan dalam satu kelompok dengan sumber protein hewani lain. Dari segi kualitas protein, telur dalam ilmu gizi dikenal lebih baik dari susu karena daya cerna protein telur lebih tinqggi daripada susu.
Ketiga,
- Slogan 4S5S yang dipopulerkan oleh Prof. Poerwo Soedarmo, Bapak Gizi Indonesia, pada tahun 1950-an dianggap tak lagi sesuai dengan perkembangan iptek gizi, seperti halnya slogan "Basic Four" di Amerika yang merupakan acuan awal 4S5S pada masa itu. "Basic Four" dari AS yang diciptakan tahun 1940-an bertujuan mencegah pola makan orang Amerika yang cenderung banyak lemak, tinggi gula, dan kurang serat. Namun, setelah dievaluasi tahun 1970-an, ternyata slogan tersebut tidak memperbaiki pola makan penduduk Amerika, yang disertai dengan meningkatnya penyakit degeneratif terkait gizi. Sejak itu, slogan "Basic Four" diperbarui dan disempurnakan menjadi "Nutrition Guide for Balance Diet" dengan visual piramida.
- Di Indonesia "Nutrition Guide for Balance Diet" diterjemahkan menjadi PGS yang juga menggunakan visual piramida. Berbeda dengan Nutrition Guide AS yang berlaku untuk usia di atas 2 tahun, di Indonesia PGS berlaku sejak bayi dengan memasukkan ASI eksklusif sebagai Gizi Seimbang.
Pada konferensi pangan sedunia yang diadakan oleh FAO
tahun 1992 di Roma dan Genewa, antara lain ditetapkan agar semua negara
berkembang yang semula menggunakan slogan sejenis "Basic Four"
memperbaiki menjadi "Nutrition Guide for Balance Diet". Keputusan FAO
tersebut diterapkan di Indonesia dalam kebijakan Repelita V tahun 1995
sebagai PGS dan menjadi bagian dari program perbaikan gizi. Namun, PGS
kurang disosialisasikan sehingga terjadi pemahaman yang salah dan
masyarakat cenderung tetap menggunakan 4S5S. Baru pada tahun 2009 secara
resmi PGS diterima masyarakat, sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan No
36 tahun 2009 yang menyebutkan secara eksplisit "Gizi Seimbang" dalam
program perbaikan gizi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar